Wazanmedia.com–Pertanyaan yang sering muncul di benak, mengapa sampai saat ini ide Negara Islam Indonesia masih hidup? Dibandingkan dengan PKI yang juga sama-sama dilarang karena pemberontakan, mengapa seolah-olah PKI bisa ditumpas sampai ke akar-akarnya, sementara NII masih bercokol dan bahkan dengan nama yang digunakan adalah nama yang orisinal sama saat dulu pertama muncul. Dengan mengkaji tokoh berikut mungkin akan memberikan satu pemahaman tentang imajinasi negara Islam yang pada akhirnya memperoleh pemaknaan yang lebih kaya terhadap sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Walaupun perjuangan tokoh tersebut harus berakhir dengan meregang nyawa di tangan Bangsanya sendiri layak juga dikisahkan dan direnungi. Dialah proklamator Negara Islam Indonesia, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Sekilas Biografi Kartosoewirjo
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo lahir di Cepu pada 7 Januari 1905, dan dieksekusi mati pada 5 September 1962 di Kepulauan Seribu. Ia adalah seorang tokoh Islam Indonesia yang mendirikan gerakan Darul Islam untuk melawan pemerintah Indonesia dari tahun 1949 hingga tahun 1962, dengan tujuan mendirikan Negara Islam Indonesia berdasarkan hukum syariah. Ide Negara Islam ini bukanlah sebuah ide yang kaleng-kaleng. Tercatat saat diproklamasikan ia bukan lagi sebuah wacana atau diskursus, namun sebuah gerakan militer yang memiliki cakupan yang luas yang dimulai dari Malangbong Garut Jawa Barat. Bagaimana Sekarmadji akhirnya memilih jalan terjal kekerasan untuk mencapai impiannya?
Sebagaimana dikisahkan pada edisi yang telah lalu, Kartosoewirjo adalah produk tempaan rumah kost Peneleh 7 Surabaya raja tanpa mahkota, H.O.S. Tjokroaminoto bersama Soekarno, Semaoen dan tokoh-tokoh pergerakan lainnya. Tempaan ala Tjokroaminoto menjadikannya cakap dalam bicara dan tangkas dalam menulis. Modal inilah yang menjadikan Kartosoewirjo bekerja sebagai Pemimpin Redaksi Koran harian Fadjar Asia yang menjadikanjya sebagai gelanggang ide. Ia membuat tulisan-tulisan yang berisi penentangan terhadap bangsawan Jawa (termasuk Sultan Solo) yang bekerja sama dengan Belanda. Dalam artikelnya tampak pandangan politiknya yang radikal. Ia juga menyerukan agar kaum buruh bangkit untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka, tanpa memelas. Ia juga sering mengkritik pihak nasionalis lewat artikelnya.
Kariernya kemudian melejit saat ia menjadi sekretaris jenderal Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). PSII merupakan kelanjutan dari Sarekat Islam. Dengan kemampuan menulisnya, ia diberi mandat untuk menulis buku official atas nama Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) berupa buku saku yang berjudul “Sikap Hijrah PSII” yang berisi delapan bab yang kelak menjadi doktrin sosial saat dia mendirikan Daulah Islamiyah. Di PSII ia menemukan jodohnya. Ia menikah dengan Umi Kalsum, anak seorang tokoh PSII di Malangbong. Ia kemudian keluar dari PSII dan mendirikan Komite Pembela Kebenaran Partai Sarekat Islam Indonesia (KPKPSII).
Saat revolusi Indonesia sedang bergolak, Sekarmadji menjadi penggerak Masyumi di wilayah Priangan yang dipimpin Moh. Natsir. Ia juga membawahi paramiliter nya yaitu Hizbullah dan Sabilillah. Hal ini bermakna bahwa NII tumbuh dan lahir dari tubuh Sarikat Islam Hindia Timur. Mula-mula dari PSII lalu Masyumi Priangan yang meliputi Ciamis, Majalengka, Tasikmalaya, Garut, Indramayu dan sekitarnya. Namun Masyumi di bawah Kartosoewirjo adalah Masyumi non-co yang sangat berbeda dengan Natsir. Hizbullah dan Sabilillah adalah laskar-laskar Jihad yang siap mati syahid melawan Belanda.
Menurut Kartosoewirjo, PSII adalah partai yang berdiri di luar lembaga yang didirikan oleh Belanda. Oleh karena itu, ia menuntut suatu penerapan politik hijrah yang tidak mengenal kompromi. Menurutnya, PSII harus menolak segala bentuk kerja sama dengan Belanda tanpa mengenal kompromi dengan cara jihad. Ia mendasarkan segala tindakan politiknya saat itu berdasarkan pembedahan dan tafsirannya sendiri terhadap Al-Qur’an. Ia tetap ngotot pada pendiriannya, walaupun berbagai rintangan menghadang, baik itu rintangan dari tubuh partai itu sendiri, rintangan dari tokoh nasionalis, maupun rintangan dari tekanan pemerintah Kolonial.
Kengototan Kartosoewirjo untuk tidak berkompromi dengan pihak Belanda mencapai puncaknya pasca Renville Agreement. Dalam perundingan tersebut pihak Republik diwakili Amir Sjarifudin sementara Belanda oleh Van Mook. Salah satu pasal crusial yang menjadikan Masyumi menolak dan membuat Kartosoewirjo sangat marah adalah penetapan garis demarkasi kekuasaan yang membuat Kabinet Amir Sjarifuddin jatuh. Sjarifuddin laknatullah, ungkap Kartosoewirjo lantaran dianggap tega menjual Jawa Barat ke Belanda. Gara-gara inilah kelak di tahun 50-an setelah periode revolusi lewat pemerintahan Soekarno disebut Kartosoewirjo sebagai Republik Indonesia Komunis atau RIK. Semua unsur Republik harus keluar dari garis Van Mook. Jawa Barat karena masuk wilayah Belanda harus ditinggalkan siapapun yang termasuk republikan termasuk yang terpaksa long Mark ke Jogja, yaitu pasukan Siliwangi yang dipimpin Abdul Haris Nasution. Bagi Kartosoewirjo ini bukan hijrah tapi minggat dari Jawa Barat yang artinya tega membiarkan rakyat bertarung sendiri menghadapi imperialis Belanda. Kartosoewirjo menolak meninggalkan Jawa Barat dan bersama pasukan dan kader-kadernya di Institut Sudah di Malangbong melawan mati-matian Belanda.
Negara Islam Kartosoewirjo
Karena menganggap Jawa Barat sebagai wilayah tidak bertuan dengan gagahnya Sekarmadji mempromosikan berdirinya Negara Islam Indonesia. Tandingannya adalah Negara Pasundan bentukan Belanda. Jadi Di Jawa Barat ada dua negara yaitu NII yang otonom dan Negara Pasundan. Sementara itu Sabilillah dan Hizbullah yang telah terlatih yang kecil kemungkinan anggotanya diterima menjadi anggota TNI, berada di belakang NII. Mereka menjadi Angkatan Bersenjata NII dengan nama Tentara Islam Indonesia. Keduanya dikenal dengan istilah DI-TII. Ada juga kelompok lain seperti Barisan Rakyat Islam, ada pula Padi (Pahlawan Saruk Islam). Ada juga pasukan Gestapu. Dan semuanya dipusatkan di Gunung Cupu yang berada diantara Garut dan Tasikmalaya.
Setelah Renville Agreement, lahir sebuah perjanjian satu lagi yaitu Perjanjian Roem Roijen. Bila dalam Renville pihak Republik diwakili dari kelompok kiri yaitu Amir Sjarifuddin maka di perjanjian Roem-Roijen, 4 Mei 1949 ini, setelah serangan umum 1 Maret 1949 pihak Republik diwakili oleh kelompok Masyumi yaitu Mohammad Roem. Kartosoewirjo sangat marah kepada Masyumi yabg juga dia besarkan yang ia sebut penjual negara untuk mulut manis penjajah. Salah satu isi Perjanjian Roem-Roijen adalah: tumpas Darul Islam. Artinya Republik harus menumpas Kartosoewirjo.
Oleh karena Kartosoewirjo adalah kawan, maka Moh. Hatta sebelum berangkat ke konferensi Meja Bundar di Deen Hag, ia berpesan kepada Natsir sebagai ketua Masyumi untuk merayu Kartosoewirjo agar mau turun gunung untuk mengikuti permainan politik diplomasi. Hal ini ditanggapi Kartosoewirjo dengan kalimat datar : “sudah terlambat, apa bung belum dapat naskah Proklamasi Negara Islam Indonesia?”.
PROKLAMASI BERDIRINYA NEGARA ISLAM INDONESIA
Bismillahirrahmanirrahim.
Asjhadoe allailaaha ilallah waasjhadoe Anna Moehammadan Rasoeloelloh.
Kami Oemat Islam Bangsa Indonesia
MENJATAKAN
Berdirinya “NEGARA ISLAM INDONESIA”
Maka hoekoem Jang berlakoe atas Negara Islam Indonesia itu, iajlah HOEKOEM ISLAM.
Allahoe Akbar Allahoe Akbar Allahoe Akbar
Atas Nama Oemmat Islam Bangsa Indonesia
Imam NEGARA ISLAM INDONESIA
ttd.
(S.M. KARTOSOEWIRJO)
MADINAH-INDONEAIA
12 Sjawal 1368 / 7 Agoestoes 1948
Selain naskah Proklamasi, Dasar Negara Islam Indonesia juga telah dibuat dan Lagu Kebangsaannya juga sudah disusun.
” Tujuh Agustus 1949, saat turun Kurnia Tuhan diproklamirkan Negar kita ke seluruh dunia raya lenyaplah pendjadjah Surjana nista.”
Pembubaran Negara Islam
Setelah RIS dibubarkan atas Mosi integrasi Natsir terpilih menjadi Perdana Menteri pada tahun 1950. Agenda kabinet Natsir salah satunya adalah meluluhkan hati Kartosoewirjo. Saat ketua KUA diutus Natsir untuk membujuk Kartosoewirjo untuk menempuh jalan damai. Namun dibalas dengan kalimat sbb: Engkau Khan Perdana Menteri, punya kuasa, maka tinggal selangkah lagi dengan cara menambahkan huruf i diantara huruf R & I. kalau ditambahkan huruf S “serikat” saja bisa, masa huruf S diganti I gak bisa? Negara Islam Indonesia.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa imajinasi Negara Islam Indonesia ini adalah persoalan yang sangat luas dan kompleks serta pelik. Bayangkan saja, Konstituante saja tidak bisa mencari jalan demokratis dan damai. Mengapa demikian, karena persoalan utamanya adalah sentimen agama. Ada tembok yang sangat tinggi yang sulit dilalui. Menghabisi sampai ke akar-akarnya juga tak mungkin dilakukan Soekarno karena bukanlah psikopat berdarah dingin yang masih menganggap Kartosoewirjo sebagai saudaranya. Mereka berdua berasal dari guru pergerakan yang sama. Kata Soekarno, “saat di Bandung aku selalu bersama-sama Kartosoewirjo, tinggal bersama, makan bersamabercita-cita bersama dan bermimpi bersama serta berjuang bersama”. Rumitnya persoalan juga karena operasi militer Darul Islam sudah sangat meluas tidak hanya di Jawa Barat, namun juga di Jawa Tengah ada dipimpin Amir Fatah, di Aceh dipimpin Daud Beureuh, di Kalimantan Selatan ada Ibnu Hajar dan di Sulawesi dan Indonesia Timur di bawah komando Kahar Muzakkar.
Persahabatan dua pejuang ini betapapun lebih mudah saat bersama-sama mengusir penjajah dan memproklamasikan kemerdekaan. Namun keduanya harus saling berhadapan saat harus menentukan jalan arah perjuangan bangsa selanjutnya.Sebelum eksekusi mati dilakukan di pulau Onrust, Kartosoewirjo berpesan: “Bapak pesan, jadilah muslim dan mujahid yang baik, Jangan teruskan perjuanganku, ataupun membalas dendam atau mengangkat senjata”.
Setelah Soekarno tumbang, dan setelah kaum kiri dan Komunis dihancurkan, paramiliter NII yang sudah bergabung kembali dan menyatu dalam kehidupan sosial difasilitasi oleh pemerintah militer baru yang dipimpin Jenderal Soeharto. Dengan kematian Kartosoewirjo, impian Negara Islam Indonesia tidak pernah hilang sama sekali. Penguasa Orde Baru melalui operasi intelijen yang dipimpin Pitut Soeharto tetap memfasilitasi mantan Kombatan NII. Prinsip Orde Baru sederhana saja, bahwa “musuh dari musuhmu adalah teman”. Karena NII lawannya adalah komunis, maka NII adalah kawan Orde Baru. Prinsip inilah yang sampai saat ini semacam menjadi persoalan yang tak akan pernah selesai. Pemerintah saat ini masih sibuk mengurusi warisan strategi penanganan imajinasi Darul Islam. Kesibukan-kesibukan kecil jelang pemilu selalu muncul. Seperti sibuknya kita mencari hubungan antara Masjid At Tin yang didirikan Tien Soeharto dan Az-Zaitun yang dipimpin Panji Gumilang.