Wazan Media
  • Keislaman
    • Akidah
    • Hikmah
    • Syariah
    • Khutbah
  • Kemanusiaan
    • Filsafat
    • Sosial Budaya
    • Sains
    • Humor dan Sastra
    • Unek Unik
  • Unduh Ilmu
No Result
View All Result
  • Keislaman
    • Akidah
    • Hikmah
    • Syariah
    • Khutbah
  • Kemanusiaan
    • Filsafat
    • Sosial Budaya
    • Sains
    • Humor dan Sastra
    • Unek Unik
  • Unduh Ilmu
No Result
View All Result
Wazan Media
No Result
View All Result

Manusia: Altruisme dan Egoisme dengan Nilai Keislaman

Muhammad Ubaidillah by Muhammad Ubaidillah
3 August 2024
in Hikmah, Keislaman
0
Manusia: Altruisme dan Egoisme dengan Nilai Keislaman
0
SHARES
78
VIEWS

Wazanmedia.com – MANUSIA secara perilaku terbagi menjadi dua golongan, ada yang gemar menolong orang lain, dan ada pula yang tidak. Hal ini dapat kita saksikan ketika mengamati kegiatan masyarakat terdapat seseorang yang sangat memperhatikan keadaan sekitarnya. Bahkan dalam urusan yang kecil sekalipun.

Biasanya, kondisi ini terjadi pada manusia yang hidup di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi budaya gotong royong. Semisal masyarakat yang hidup di pedesaan. Beda halnya dengan kehidupan perkotaan yang didominasi masyarakat modern yang hidup di kota-kota urbanisme. Mereka rata-rata mementingkan nasib diri sendiri, sehingga acuh terhadap kondisi sekitar.

Dua golongan di atas adakalanya terbentuk secara lahiriah, dan ada pula yang disebabkan lingkungan sekitar. Dalam teori etika, golongan pertama yang lebih mementingkan kebutuhan orang lain masuk dalam definisi Altruisme. Sementara, perilaku yang kedua mengarah pada teori Egoisme.

Karakter yang Dibentuk Budaya

Masalahnya, ketika budaya suatu lingkungan sudah membentuk tabiat seseorang secara paten. Semisal tolong menolong yang sudah mengakar dalam tradisi masyarakat, maka ia tak akan berani melanggar batas-batas tersebut karena khawatir akan mendapat stigma negatif. Imbasnya, ia akan secara totalitas menolong orang lain dengan meninggalkan urusan dirinya yang hakikatnya lebih penting untuk dilaksanakan. Meski ia tahu sebenarnya orang lain yang hendak dibantu mampu untuk melakukannya secara mandiri. Konsekuensi seperti inilah yang menimbulkan keresahan. Sehingga perlu untuk menggali kembali hakikat etika yang relevan menyangkut segala aspek. Baik yang menyangkut kepentingan diri sendiri maupun orang lain sehingga nantinya cocok untuk dipraktikkan. Rasanya, sudut pandang agama Islam sangat pas untuk mendamaikan atau memforsir dua teori etika yang begitu kontras tersebut.

Sebenarnya, ada banyak teori-teori yang membahas etika. Salah satu yang paling relevan dengan ajaran Islam ialah “teori altruisme”.  Altruisme merupakan istilah modern dari kata Empati, yang pertama kali diperkenalkan seorang filsuf bernama Auguste Comte sebagai anti tesis dari “teori egoisme”. Kata altruisme ini berasal dari bahasa Perancis yaitu Autrui atau dalam bahasa Latin disebut juga sebagai Arteri yang memiliki arti “orang lain”. Dari sini dapat dipahami bahwasannya kata ini menggambarkan orang lain di luar dirinya sebagai fokus utama. Altruisme sebagai perilaku yang dilakukan seseorang, semata-mata ditujukan untuk kebahagiaan orang lain.

Dalam islam, tidak terhitung dalil-dalil yang menyeru agar manusia senantiasa berempati terhadap sesamanya manusia bahkan makhluk. Semisal hadits “Allah akan terus menolong seorang hamba selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya.” (HR. Bukhari). Bahkan, saking dianjurkan untuk tolong menolong, Nabi Muhammad tidak mengakui orang-orang yang hanya memikirkan diri sendiri dengan sabdanya “Barangsiapa yang tidak peduli urusan kaum Muslimin, Maka Dia bukan golonganku.” (Al-Hadits).

Menyikapi Dalil yang Menekankan Empati

Namun, apakah dalil-dalil di atas mengharuskan manusia melalaikan atau menunda kepentingan dirinya demi hajat orang lain? Jawabannya tentu tidak seekstrem demikian. Logikanya, semisal ada seseorang yang mempunya segelas air, dan ia sedang dilanda kehausan yang hampir menyebabkan kematian. Lalu datang temannya untuk meminta air tersebut padahal ia tidak begitu membutuhkannya. Maka seseorang tersebut tentu tidak boleh memberikan segelas air tersebut karena akan memudaratkan diri sendiri.

Gambaran di atas ialah ajaran salah satu konsep Maqashid as-Syari’ah yaitu “hifdu an-nafs” (menjaga keberlangsungan kehidupan). Konsep ini banyak ditemukan dalam litelatur kitab klasik bergenre maqhasid seperti “Al-Muwafaqat” karya Asy- Syatibi yangmenuntut seseorang agar melakukan apa saja bahkan (hal-hal yang awalnya dilarang) demi bertahan hidup. Jika konsep hifdzu an-nafs dikaitkan dengan teori altruisme, maka akan lahir pemahaman bahwa seseorang boleh, atau bahkan wajib mengesampingkan kebutuhan orang lain dan lebih memikirkan nasib diri sendiri, selama kepentingan diri sendiri dirasa lebih layak untuk diprioritaskan.

Oleh karena itu, perlu kiranya untuk turut mempertimbangkan konsep “teori egoisme” yang dicetuskan oleh Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900) (Wikipedia). Jika teori altruisme menimbulkan perbuatan yang menguntungkan orang lain, maka teori egoisme lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri. Rachels memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme. Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri.

Teori Egoisme Psikologis dan Etis

Menurut teori ini, orang boleh saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban, namun semua tindakan yang terkesan luhur tersebut hanyalah sebuah ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Berdasarkan teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitu suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya.

Dapat dipahami bahwa teori ini tampaknya bertentangan dengan ajaran umat Islam yang memang sedari awal mengharuskan pemeluknya menolong orang lain secara cuma-cuma (ikhlas) tanpa adanya maksud terselubung. Ketika dalam Islam membantu orang lain merupakan sebuah keharusan, dalam teori egoisme masih melihat apakah pertolongan tersebut ada manfaat yang kembali pada dirinya. Jikalau tidak ada, maka teori ini menuntut seseorang agar tidak melakukan hal yang sifatnya sia-sia.

Teori ini sangat relevan bagi para pemikir sekuler yang melarang seseorang menghamba pada manusia. Menolong orang lain merupakan tindakan yang dapat menurunkan derajat manusia. Seseorang dianggap rugi ketika masih melakukan tindakan yang tidak berdampak pada dirinya. Sebaliknya dianggap mulia ketika terlepas dari tindakan sia-sia tersebut. Meski begitu, teori ini bukanlah jalan pintas seseorang boleh melakukan hal yang merugikan orang lain. Titik tekan teori ini hanya berkutat pada tindakan yang bermanfaat bagi dirinya (baik dicapai dengan cara menolong orang lain atau tidak) tidak lebih!

Penutup

Kedua teori ini tampaknya bisa didamaikan untuk kemudian menghasilkan konsep yang lebih relevan dengan menggunakan kaidah yang berbunyi: “menolak mafsadat itu lebih utama ketimbang mendatangkan maslahat” (Ahmad Zarqa’, Syarah Qawaid Fikhiyyah). Jika menolong orang lain malah menjadikan terhambatnya urusan diri sendiri yang nilainya lebih urgen, di samping orang yang hendak dibantu mampu untuk melaksanakannya secara mandiri, maka yang harus didahulukan ialah mengerjakan urusannya sendiri. Berbeda jika keduanya sama-sama butuh untuk segera dilakukan, sementara kepentingan diri sendiri tidak begitu mendesak, maka membantu urusan orang lain lebih dianjurkan sebagaimana kaidah “kemaslahatan umum mendahului kemaslahatan pribadi”. Artinya, titik tekan untuk melakukan tindakan pertolongan dilihat dari seberapa mendesaknya urusan tersebut.

Wal hasil, dapat diambil kesimpulan, bahwa teori altruisme memang sangat cocok untuk diterapkan dalam konteks sosial karena akan membuat ukhuwah basyariyah menjadi harmonis. Masyarakat akan menjadi lebih bersinergi dalam melakukan hal-hal baik. Namun, perlu di catat bahwa terlalu over membahagiakan orang lain sehingga melupakan hal-hal penting dalam kehidupan diri sendiri juga tidak tepat. Jika dua teori di atas sama-sama digunakan sesuai porsinya tentu akan membuat seseorang berlaku moderat. Ia akan tahu kapan dan mana kebutuhan yang lebih urgen atau mendesak untuk segera dikerjakan. Dan pada akhirnya, ia akan tetap bisa memberi sebuah pertolongan bagi orang lain di samping tidak melupakan prioritasnya.

ShareTweetSendShare
Previous Post

Di Balik Anti-Egalitarianisme Fiqih Klasik

Next Post

Konsep Keluarga dalam Islam: Landasan dan Nilai-nilai

Muhammad Ubaidillah

Muhammad Ubaidillah

Santri Ma'had Aly Situbondo Asal Surabaya

Baca Juga

Kitab ‘Uyūb al-Nafsi: Penyakit Hati Ketiga Terkungkung Zona Futur
Keislaman

Menelisik Makna Shalat yang Bisa Mencegah Kemungkaran?

11 May 2025
Humanitarian Islam (1): Argumen Normatif Islam Sebagai Agama Kemanusiaan
Keislaman

Humanitarian Islam (1): Argumen Normatif Islam Sebagai Agama Kemanusiaan

30 April 2025
Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Tentang Iman dan Pengetahuan
Akidah

Gus Ulil Teologi Asy’ariyah (5): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

22 April 2025
Kitab ‘Uyūb al-Nafsi: Aib Pertama Ilusi Keselamatan   
Keislaman

Kitab ‘Uyūb al-Nafsi: Penyakit Hati Keempat  Hilangnya Kenikmatan Ibadah

21 April 2025
Kritik Nalar Fikih Pertambangan Gus Ulil
Akidah

Gus Ulil Teologi Asy’ariyah (4): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

21 April 2025
Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Tentang Iman dan Pengetahuan
Akidah

Gus Ulil Teologi Asy’ariyah (3): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

20 April 2025
Kritik Nalar Fikih Pertambangan Gus Ulil
Akidah

Gus Ulil Teologi Asy’ariyah (2): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

20 April 2025
Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Tentang Iman dan Pengetahuan
Akidah

Gus Ulil Teologi Asy’ariyah (1): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

18 April 2025
Next Post
Konsep Keluarga dalam Islam: Landasan dan Nilai-nilai

Konsep Keluarga dalam Islam: Landasan dan Nilai-nilai

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Kritik Nalar Fikih Pertambangan Gus Ulil

Kritik Nalar Fikih Pertambangan Gus Ulil

2 July 2024
Wajah Pesimis Fikih Melihat Pengelolaan Tambang oleh PBNU

Wajah Pesimis Fikih Melihat Pengelolaan Tambang oleh PBNU

10 July 2024
Sunat Perempuan Itu Tidak Melukai, Kata Kiai MUI!

Sunat Perempuan Itu Tidak Melukai, Kata Kiai MUI!

11 August 2024
Konsep Keluarga dalam Islam: Landasan dan Nilai-nilai

Konsep Keluarga dalam Islam: Landasan dan Nilai-nilai

4 August 2024
Allah Maha Penyayang, Mengapa Banyak yang Malang?

Allah Maha Penyayang, Mengapa Banyak yang Malang?

0
Problem Sakralisasi Kepemimpinan

Problem Sakralisasi Kepemimpinan

0
Telat Qadla’ Puasa Ramadan Harus Bagaimana?

Telat Qadla’ Puasa Ramadan Harus Bagaimana?

0
Private: Filsafat di Era Digital: Meretas Jalan Menuju Pemahaman yang Lebih Dalam

Dari Demokrasi Hingga Mengenal Diri Sendiri

0
Kitab ‘Uyūb al-Nafsi: Penyakit Hati Ketiga Terkungkung Zona Futur

Menelisik Makna Shalat yang Bisa Mencegah Kemungkaran?

11 May 2025
Humanitarian Islam (1): Argumen Normatif Islam Sebagai Agama Kemanusiaan

Humanitarian Islam (1): Argumen Normatif Islam Sebagai Agama Kemanusiaan

30 April 2025
Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Tentang Iman dan Pengetahuan

Gus Ulil Teologi Asy’ariyah (5): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

22 April 2025
Kitab ‘Uyūb al-Nafsi: Aib Pertama Ilusi Keselamatan   

Kitab ‘Uyūb al-Nafsi: Penyakit Hati Keempat  Hilangnya Kenikmatan Ibadah

21 April 2025
ADVERTISEMENT

Populer Sepekan

  • Kritik Terhadap Kitab Fathul Izar

    Kritik Terhadap Kitab Fathul Izar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Konsep Keluarga dalam Islam: Landasan dan Nilai-nilai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Islam dalam Konservasi Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Pernikahan Nabi Saw Dengan Istri-Istrinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membuat dan Memakai Azimat, Apa Kata Fiqh?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Currently Playing
Alamat Redaksi:

Perumahan D’Harmony View, Jl. Tapaksiring, Plinggan, Antirogo, Sumbersari, Jember, Jawa Timur, 68125.

Punya pertanyaan yang membutuhkan jawaban dalam perspektif keislaman atau ingin memberikan kritik dan saran? Silakan klik tombol di bawah ini 

KONSULTASI KEISLAMAN

© 2024. All Rights Reserved.

  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak Kami
  • Redaksi
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Keislaman
    • Akidah
    • Hikmah
    • Syariah
    • Khutbah
  • Kemanusiaan
    • Filsafat
    • Sosial Budaya
    • Sains
    • Humor dan Sastra
    • Unek Unik
  • Unduh Ilmu

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.