Wazan Media
  • Keislaman
    • Akidah
    • Hikmah
    • Syariah
    • Khutbah
  • Kemanusiaan
    • Filsafat
    • Sosial Budaya
    • Sains
    • Humor dan Sastra
    • Unek Unik
  • Unduh Ilmu
No Result
View All Result
  • Keislaman
    • Akidah
    • Hikmah
    • Syariah
    • Khutbah
  • Kemanusiaan
    • Filsafat
    • Sosial Budaya
    • Sains
    • Humor dan Sastra
    • Unek Unik
  • Unduh Ilmu
No Result
View All Result
Wazan Media
No Result
View All Result

Sekali Lagi, Maulid Nabi dan Hadis Tentang Bid’ah

Muhammad Thoriq Hasan by Muhammad Thoriq Hasan
8 September 2024
in Keislaman, Syariah
0
Sekali Lagi, Maulid Nabi dan Hadis Tentang Bid’ah
0
SHARES
178
VIEWS

Seringkali ketika bulan maulid tiba, kita sebagai warga nahdliyyin khususnya, dicap ahli bid’ah (pelaku bid’ah) oleh kelompok tertentu. Alasannya, karena kita merayakan maulid Nabi, yang menurut mereka hal tersebut tak pernah diajarkan oleh Nabi. Dengan menggunakan dua argumentasi hadits:

 وَإِيَّاكُمْ  وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

 “Jauhilah perkara baru karena semua bid’ah adalah sesat,” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi). dan hadits:

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718).

Mereka lantas menarik kesimpulan, bahwa orang yang melakukan sesuatu yang tak pernah diajarkan oleh Nabi adalah pelaku bid’ah yang terjerumus pada kesesatan. Padahal hadits tersebut tidak bisa ditelan mentah-mentah, perlu adanya kajian agar mengetahui apa itu bid’ah, dan siapa yang pantas dilabeli sebagai pelaku bid’ah.

Apa Bid’ah Itu?

Sebelum menjawab tuduhan tersebut, pertama kali yang perlu kita ketahui adalah definisi bid’ah itu sendiri. Imam Ibnu Hajar al-Asqalani didalam kitab Fathul Bari mendefinisikan bid’ah sebagi berikut:

وَالْبِدْعَةُ أَصْلُهَا مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ وَتُطْلَقُ فِي الشَّرْعِ فِي مُقَابِلِ السُّنَّةِ فَتَكُونُ مَذْمُومَةً وَالتَّحْقِيقُ أَنَّهَا إِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَحْسِنٍ فِي الشَّرْعِ فَهِيَ حَسَنَة وَأَن كَانَت مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَقْبَحٍ فِي الشَّرْعِ فَهِيَ مُسْتَقْبَحَةٌ وَإِلَّا فَهِيَ مِنْ قِسْمِ الْمُبَاحِ

“Bid’ah adalah perkara baru yang tak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun, jikalau perkara tersebut mengandung kebaikan, maka disebut bid’ah hasanah (baik). Sementara jikalau perkara tersebut mengandung keburukan, maka disebut bid’ah sayyiah (buruk)”.

Dari definisi tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa bid’ah itu terbagi 2, yakni hasanah (baik) dan sayyi’ah (buruk).

Benarkah Semua Bid’ah Sesat?

Untuk menanggapi argumentasi mereka, setidaknya saya akan mengemukakan beberapa argumen: Pertama, mengenai hadits  كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ  saya akan mengkajinya dari segi lafal dan kaidah kebahasaan (qoidah lughowiyyah). Para ahli mantiq berpendapat, bahwa lafadz (كُلَّ) terbagi menjadi dua. Yang pertama adalah (كُلَّ) yang bermakna “kulliy” (sebagian), sedangkan yang kedua adalah (كُلَّ) yang bermakna “kulliyah” (keseluruhan). Pendapat tersebut berdasarkan firman Allah:

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ

 “Dan Kami menjadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air.”

Yang dimaksud oleh ayat tersebut ialah “sebagian sesuatu diciptakan dari air”, sebab para malaikat dan jin tak diciptakan dari air. Sebagaimana firman Allah:

وَخَلَقَ الْجَاۤنَّ مِنْ مَّارِجٍ مِّنْ نَّارٍۚ

“Dia juga telah menciptakan jin dari nyala api tanpa asap.”

Jadi yang dimaksud lafadh (كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ), tak semua bid’ah itu sesat, melainkan hanya sebagian saja yang sesat, karena hadits tersebut bersifat umum dan ditakhsis serta dijelaskan oleh hadits lain yakni:

مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِئَةً فَعَلَيْهِ وِزْرُهَاوَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِاَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا..

“Barang siapa yang mentradisikan perkara yang baik dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mentradisikan perkara yang buruk maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun”.

Hukum Bermaulid Menurut Para Ulama

Hadits diatas juga selaras dengan dawuh Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki didalam kitab Mafahim Yajibu an-Tushohhah:

 أن الاجتماع لأجل المولد النبوي أمر عادي ولكنه من العادات الخيرة الصالحة التي تشتمل على منافع كثيرة وفوائد تعود على الناس

  “Perayaan maulid nabi adalah suatu tradisi baik yang mengandung manfaat dan faidah yang didapatkan oleh orang yang merayakannya.”

Kedua, hadits مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ hanyalah tertentu pada perkara-perkara baru yang tak dijumpai sumber hukumnya. Sementara isi dari perayaan maulid adalah perkara-perkara yang memang dijumpai sumber hukumnya. Seperti pembacaan ayat suci alquran, pembacaan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, pembacaan sirah nabawiyah, mauidhotul hasanah (memberi nasihat tentang kebaikan), shodaqoh, dan doa. Yang kesemuanya merupakan perkara-perkara yang memang diperintahkan oleh agama.

Ketiga, didalam kitab I’anah at-Thalibin dijelaskan:

 (سئل) عن عمل المولد النبوي في شهر ربيع الأول ما حكمه من حيث الشرع؟ وهل هو محمود أو مذموم؟ وهل يثاب فاعله أو لا؟ قال: (والجواب) عندي أن أصل عمل المولد الذي هو اجتماع الناس وقراءة ما تيسر من القرآن ورواية الأخبار الواردة في مبدأ أمر النبي – صلى الله عليه وسلم – وما وقع في مولده من الآيات ثم يمد لهم سماط يأكلونه وينصرفون من غير زيادة على ذلك من البدع الحسنة التي عليها صاحبها لما فيه من تعظيم قدر النبي – صلى الله عليه وسلم – وإظهار الفرح والاستبشار بمولده الشريف

“Imam as-Suyuthi ditanya perihal perayaan maulid nabi yang diperingati dibulan Rabiul Awwal, apakah perayaan tersebut termasuk sesuatu yang dipuji atau dicela? Lalu apakah orang yang merayakannya diberi pahala atau tidak? Beliau menjawab, menurutku dasar dari perayaan maulid yang didalamnya terdapat perkumpulan manusia, pembacaan Al-qur’an dan Hadits Nabi, sedekah berupa jamuan makanan, merupakan bid’ah yang hasanah dan barang tentu boleh dilakukan. Karena bertujuan mengagungkan Baginda Nabi Muhammad SAW, menampakkan kebahagiaan dan berharap baik dengan diadakannya peringatan maulid Nabi Muhammad SAW”.

Keempat, Imam Abu Syamah (guru dari Imam an-Nawawi) berpendapat:

ومن أحسن ما ابتدع في زماننا ما يفعل كل عام في اليوم الموافق ليوم مولده – صلى الله عليه وسلم – من الصدقات والمعروف، وإظهار الزينة والسرور، فإن ذلك – مع ما فيه من الإحسان للفقراء – مشعر بمحبة النبي – صلى الله عليه وسلم – وتعظيمه في قلب فاعل ذلك وشكر الله تعالى على ما من به من إيجاد رسول الله – صلى الله عليه وسلم – الذي أرسله رحمة للعالمين

”Termasuk paling baiknya perkara bid’ah di zaman kita, adalah perayaan maulid Nabi yang dilaksanakan pada hari yang bertepatan dengan hari kelahiran Baginda Nabi Muhammad SAW. Yang didalamnya terdapat perkara-perkara baik seperti sedekah, memperbagus penampilan, menampakkan kebahagiaan, serta bertujuan untuk berbuat baik kepada orang-orang fakir, menunjukkan kecintaan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, mengagungkannya, dan bentuk rasa syukur kepada Allah atas diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagaai rahmat bagi seluruh alam”.

Oleh karenanya, perayaan maulid nabi adalah suatu tradisi yang mengandung kebaikan dan berpahala bagi yang melakukannya, kendatipun tak pernah dicontohkan oleh nabi. Sebab, jikalau legalitas suatu perbuatan terlebih dahulu harus dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW, maka syariat islam terasa sangat sempit dan kaku. Padahal islam sendiri telah memproklamirkan diri sebagai agama yang dapat beradaptasi dengan situasi dan kondisi.

Karena sejatinya, perayaan maulid Nabi adalah ekspresi cinta kita kepada Baginda Nabi, dengan tujuan agar kita diakui sebagai ummatnya, mendapatkan syafa’atnya, serta berharap berkumpul di surga-Nya. Sebab, kelak di akhirat seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya.

Bahkan, Abu Lahab pun sebagai orang yang paling membenci dan selalu berusaha mengganggu dakwah Nabi, diringankan siksanya setiap hari senin, dikarenakan kebahagiaannya ketika ponakannya (Muhammad) lahir. Bahkan dari saking bahagianya, dia sampai membebaskan budaknya yang bernama Tsuwaibah al-Aslamiyah . Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari:

أَنَّ الْعَبَّاسَ قَالَ لَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ رَأَيْتُهُ فِي مَنَامِي بَعْدَ حَوْلٍ فِي شَرِّ حَالٍ فَقَالَ مَا لَقِيتُ بَعْدَكُمْ رَاحَةً إِلَّا أَنَّ الْعَذَابَ يُخَفَّفُ عَنِّي كُلَّ يَوْمِ اثْنَيْنِ قَالَ وَذَلِكَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وُلِدَ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَكَانَتْ ثُوَيْبَةُ بَشَّرَتْ أَبَا لَهَبٍ بِمَوْلِدِهِ فَأَعْتَقَهَا

“Ibnu Abbas berkata, ketika Abu Lahab mati, setahun kemudian aku melihatnya di mimpi dalam kondisi yang buruk. Ia berkata: setelah meninggalkan kalian aku tidak pernah merasakan jeda istirahat dari siksa, melainkan azabku diringankan setiap hari Senin. Abu Lahab menjelaskan: Itu disebabkan ketika Muhammad dilahirkan pada hari Senin, waktu aku diberi kabar oleh Tsuwaibah  (budakku) atas kelahiran Muhammad, maka aku pun membebaskan Tsuwaibah.“  Mafhumnya (pemahaman kebalikannya), jika orang kafirpun diringankan siksanya sebab bahagia atas kelahiran Baginda Nabi, lantas bagaimana dengan orang yang hatinya selalu cinta dan merindukan Nabi? Falyatammal!!

Referensi:

Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Fathul Bari, Ianah at-Thalibin, Mafahim Yajibu An Tushahhah, Syarah Lathif ‘Ala Arba’in Hadits Tata’allaqu Bi Mabadi’ Jam’iyyah Nahdlatil Ulama’

ShareTweetSendShare
Previous Post

Membuat dan Memakai Azimat, Apa Kata Fiqh?

Next Post

Fleksibilitas Syariat dalam Shalat

Muhammad Thoriq Hasan

Muhammad Thoriq Hasan

Mahasantri Ma'had Aly Situbondo

Baca Juga

Kitab ‘Uyūb al-Nafsi: Penyakit Hati Ketiga Terkungkung Zona Futur
Keislaman

Menelisik Makna Shalat yang Bisa Mencegah Kemungkaran?

11 May 2025
Humanitarian Islam (1): Argumen Normatif Islam Sebagai Agama Kemanusiaan
Keislaman

Humanitarian Islam (1): Argumen Normatif Islam Sebagai Agama Kemanusiaan

30 April 2025
Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Tentang Iman dan Pengetahuan
Akidah

Gus Ulil Teologi Asy’ariyah (5): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

22 April 2025
Kitab ‘Uyūb al-Nafsi: Aib Pertama Ilusi Keselamatan   
Keislaman

Kitab ‘Uyūb al-Nafsi: Penyakit Hati Keempat  Hilangnya Kenikmatan Ibadah

21 April 2025
Kritik Nalar Fikih Pertambangan Gus Ulil
Akidah

Gus Ulil Teologi Asy’ariyah (4): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

21 April 2025
Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Tentang Iman dan Pengetahuan
Akidah

Gus Ulil Teologi Asy’ariyah (3): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

20 April 2025
Kritik Nalar Fikih Pertambangan Gus Ulil
Akidah

Gus Ulil Teologi Asy’ariyah (2): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

20 April 2025
Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Tentang Iman dan Pengetahuan
Akidah

Gus Ulil Teologi Asy’ariyah (1): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

18 April 2025
Next Post
Fleksibilitas Syariat dalam Shalat

Fleksibilitas Syariat dalam Shalat

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Kritik Nalar Fikih Pertambangan Gus Ulil

Kritik Nalar Fikih Pertambangan Gus Ulil

2 July 2024
Wajah Pesimis Fikih Melihat Pengelolaan Tambang oleh PBNU

Wajah Pesimis Fikih Melihat Pengelolaan Tambang oleh PBNU

10 July 2024
Sunat Perempuan Itu Tidak Melukai, Kata Kiai MUI!

Sunat Perempuan Itu Tidak Melukai, Kata Kiai MUI!

11 August 2024
Konsep Keluarga dalam Islam: Landasan dan Nilai-nilai

Konsep Keluarga dalam Islam: Landasan dan Nilai-nilai

4 August 2024
Allah Maha Penyayang, Mengapa Banyak yang Malang?

Allah Maha Penyayang, Mengapa Banyak yang Malang?

0
Problem Sakralisasi Kepemimpinan

Problem Sakralisasi Kepemimpinan

0
Telat Qadla’ Puasa Ramadan Harus Bagaimana?

Telat Qadla’ Puasa Ramadan Harus Bagaimana?

0
Private: Filsafat di Era Digital: Meretas Jalan Menuju Pemahaman yang Lebih Dalam

Dari Demokrasi Hingga Mengenal Diri Sendiri

0
Kitab ‘Uyūb al-Nafsi: Penyakit Hati Ketiga Terkungkung Zona Futur

Menelisik Makna Shalat yang Bisa Mencegah Kemungkaran?

11 May 2025
Humanitarian Islam (1): Argumen Normatif Islam Sebagai Agama Kemanusiaan

Humanitarian Islam (1): Argumen Normatif Islam Sebagai Agama Kemanusiaan

30 April 2025
Gus Ulil Ngaji Al-Iqtishad Fi Al-I’tiqad: Tentang Iman dan Pengetahuan

Gus Ulil Teologi Asy’ariyah (5): Klaim Tentang Tindakan Tuhan

22 April 2025
Kitab ‘Uyūb al-Nafsi: Aib Pertama Ilusi Keselamatan   

Kitab ‘Uyūb al-Nafsi: Penyakit Hati Keempat  Hilangnya Kenikmatan Ibadah

21 April 2025
ADVERTISEMENT

Populer Sepekan

  • Kritik Terhadap Kitab Fathul Izar

    Kritik Terhadap Kitab Fathul Izar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Konsep Keluarga dalam Islam: Landasan dan Nilai-nilai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Islam dalam Konservasi Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Pernikahan Nabi Saw Dengan Istri-Istrinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sunat Perempuan Itu Tidak Melukai, Kata Kiai MUI!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Currently Playing
Alamat Redaksi:

Perumahan D’Harmony View, Jl. Tapaksiring, Plinggan, Antirogo, Sumbersari, Jember, Jawa Timur, 68125.

Punya pertanyaan yang membutuhkan jawaban dalam perspektif keislaman atau ingin memberikan kritik dan saran? Silakan klik tombol di bawah ini 

KONSULTASI KEISLAMAN

© 2024. All Rights Reserved.

  • Tentang Kami
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Kontak Kami
  • Redaksi
  • Kirim Tulisan
No Result
View All Result
  • Keislaman
    • Akidah
    • Hikmah
    • Syariah
    • Khutbah
  • Kemanusiaan
    • Filsafat
    • Sosial Budaya
    • Sains
    • Humor dan Sastra
    • Unek Unik
  • Unduh Ilmu

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.