Wazanmedia.com – BERBAKTI kepada orang tua adalah norma yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Sangat bisa dikatakan bahwa salah satu ciri anak saleh adalah ia yang selalu memenuhi keinginan orang tuanya, berkata halus, berperilaku sopan, dan lainnya.
Hal ini tidak menjadi masalah jika anak dan orang tua berada dalam satu keyakinan. Namun sebaliknya, sebuah kesangsian bilamana seorang anak beragama Islam, sementara orang tuanya berbeda agama. Baik disebabkan orang tuanya murtad atau anaknya mendapatkan hidayah kemudian menjadi mualaf. Dalam persoalan ini, bagaimana pandangan Islam, apakah anak tetap wajib berbakti kepada orang tuanya? Atau kewajibannya lepas begitu saja?
Dalam Al-Quran Allah Swt. berfirman:
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًاۗ وَاِنْ جَاهَدٰكَ لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَاۗ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ.
Artinya: “Kami telah mewasiatkan (kepada) manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku kamu kembali, lalu Aku beritahukan kepadamu apa yang selama ini kamu kerjakan.” (QS. al-‘Ankabut: 8).
Asbab al-Nuzul
Beberapa riwayat menyatakan, ayat ini turun berkaitan dengan seorang anak yang memeluk Islam, sementara orang tuanya menyuruh anaknya untuk kembali ke agama pertama, seraya berdalih bahwa anak wajib menaati perintah orang tua. Diceritakan bahwa Hamnat binti Abi Sufyan sangat marah ketika mengetahui anaknya, Sa’id bin Abi Waqqash memeluk Islam. Hamnat bersumpah untuk tidak makan dan minum sampai anaknya, Sa’id murtad kembali. Dan Hamnat benar-benar melakukan itu. Sampai hari ke tiga Hamnat makan dan minum, lantaran ia merasa sangat lapar serta haus. Namun setelah itu ia tetap tidak makan dan minum sampai beberapa hari.
Sa’id melaporkan kejadian ini kepada Rasul saw., dan beliau memerintahkan Sa’id untuk tetap berbakti kepada ibunya, kecuali dalam urusan menyekutukan Allah. Sa’id pun berkata kepada ibunya: “Wahai ibuku, demi Allah, andaikata engkau memiliki seratus nyawa, kemudian nyawa itu keluar satu per satu, maka aku tetap tidak akan memenuhi permintaanmu untuk meninggalkan agamaku, yaitu Islam. Maka makanlah jika engkau mau.” Ketika merasa anaknya tidak akan pindah ke agama sebelumnya, Hamnat pun makan dan minum.
Berbakti pada orang Tua yang Kafir
Selain ayat di atas, terdapat ayat lain yang juga memerintahkan seorang anak untuk berbakti kepada orang tua yang masih kafir. Seperti firman Allah dalam QS. Luqman, ayat 14-15 yang berbunyi:
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْر. وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًاۖ وَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ.
Artinya: “Kami wasiatkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada orang tuamu. Hanya kepada-Ku kamu kembali. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak punya ilmu tentang itu, maka janganlah patuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-KU. Kemudian hanya kepada-Ku kamu kembali, lalu aku beri tahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 14-15).
Taat Orang Tua ada Pengecualiannya
Ayat di atas dapat dipahami bahwa manusia wajib berbuat baik dan melaksanakan perintah kedua orang tua, wabil khusus ibu. Namun terdapat pengecualian dalam menaati perintah itu. Sebagaimana lanjutan ayat berikutnya, pengecualiannya itu berupa menaati perintah orang tua untuk menyekutukan Allah. Maka bagi si anak tidak boleh melakukan perintah tersebut.
Menurut Imam Muhammad bin Ahmad al-Anshari bahwa seorang anak tidak boleh melaksanakan perintah orang tua, jika perintahnya itu berupa hal-hal yang bertentangan dengan syariat. Seperti perintah untuk melakukan dosa, maksiat, meninggalkan salat fardu, dan semacamnya. Dengan demikian jika sesuatu yang diperintahkan itu bersifat mubah, apalagi tuntutan syariat maka anak wajib menaatinya.
Hemat penulis, perbedaan keyakinan tidak boleh menjadi alasan bagi anak untuk tidak berbakti kepada orang tua. Dalam berinteraksi dengan orang tua, meskipun berbeda agama, Al-Quran mengajarkan untuk selalu menjaga tatakrama, berkata halus, tidak meninggikan suara, dan melaksanakan perintah orang tua. Hal demikian wajib dilakukan selama orang tua tidak menyuruh kufur atau maksiat. Wallahu a’lam.
Sumber Rujukan:
- Muhammad bin Ahmad al-Anshari, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an,
- Wahbah az-Zuhaily, Tafsir al-munir fi al-‘Aqidah wa asy-Syari’ah wa al-Manhaj,
- Ismail Haqqi, Tanwir al-Adzhan min Tafsir Ruhi al-Bayan,
- Quraish Shihab, Tafsil al-Misbah.