Ide Fikih Peradaban
Tahun lalu, PBNU telah memulai kick off halaqah fikih peradaban jilid 2. Tema besarnya kira-kira adalah bagaimana meminimalisir konflik-konflik yang ada di dunia. Konflik-konflik yang tidak hanya berimbas pada ekonomi dan sosial-politik, tetapi juga mengancam eksistensi manusia, baik yang bersifat regional dalam lingkup kecil maupun internasional dalam skala besar.
Perang Dunia 1 dan 2, Arab Spring, Rusia-Ukraina, Rohingya, dan Israel-Palestina merupakan contoh dari sederet kasus panjang, bagaimana sesama manusia sering berkonflik. Konflik yang kemudian menyebabkan ribuan bahkan jutaan orang meninggal dunia (termasuk juga mereka yang mati sia-sia karena tidak tahu apa dan mengapa).
Konflik-konflik berdarah ini mau tidak mau harus mendapat respon secara serius dalam keberislaman kita. Agama Islam dengan jargon yang luar biasa “ rahmatan lil ‘alamin “ pasti dan seharusnya mempunyai solusi. Banyak konsep yang telah dikemukakan oleh para ulama untuk merespon hal tersebut. Konsep orisinil yang bersumber dari khazanah-khazanah islam tentunya. Salah satu diantaranya mungkin adalah melalui konsep tentang nilai-nilai kemanusiaan.
Islam dan Nilai-Nilai Kemanusiaan
Nilai-nilai kemanusiaan (atau dalam istilah ushul fikih dinamakan hifz al-Nafsi dan dalam istilah maqashid syariah kontemporer disebut huquq al-insa ) adalah sebuah keniscayaan yang dibutuhkan saat ini dalam meminimalisir konflik berdarah, serta membangun dan melestarikan peradaban. Nilai-nilai yang berupa kebebasan ( حرية ), kesetaraan (مساواة), dan keberlangsungan kehidupan ( حفظ الحياة) harus senantiasa dipahami dan digaungkan berulang kali. Beberapa persoalan peradaban yang dihadapi manusia sekarang ini, seharusnya tidak boleh mengabaikan bahkan meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan tersebut. Baik dalam konteks individu, sosial-kemasyarakatan, maupun negara global. [1]
Menjaga nilai-nilai kemanusiaan termasuk dalam kategori menjaga fitrah manusia. Sesuatu yang menjadikan manusia spesial dan berbeda dengan hewan melata lainnya. Apabila fitrah manusia ini tidak dijaga maka tidak ada perbedaan apakah ia seorang manusia atau (dianggap) binatang. Manusia tetaplah manusia dalam pandangan siapapun, dimanapun, dan kapanpun . Imam Al-Ashfihani berkata :
الانسان من حيث هو انسان كل واحد كالأخر
“ Manusia dilihat dari aspek eksistensinya adalah manusia. Mereka sama antara satu dengan lainnya. “[2]

Perhatian akan nilai-nilai kemanusiaan sangatlah penting. Hal ini mengingat inti dari peradaban itu sendiri adalah manusia. Syekh Said Ramadlon al-Buthi mengatakan bahwa unsur utama sebuah peradaban ada 3 yakni manusia, kehidupan, dan alam. Manusia ditempatkan pada posisi pertama, karena dialah sosok yang menentukan ada tidaknya peradaban ( المؤثر الفعال ) . Kedua, kehidupan yakni kondisi manusia (ekonomi, sosial, dan politik) yang mempengaruhi fluktuasi peradaban ( البعد الزماني التمتعي). Dan terakhir, alam yakni tempat tinggal bagi peradaban itu sendiri. Dari ketiga hal tersebut, apabila eksistensi manusia (sebagai unsur utama) terjaga, maka keberadaan peradaban ikut terjaga dan begitupun sebaliknya apabila eksistensi manusia terancam maka peradaban juga terancam. [3]
Walhasil, Nilai-nilai kemanusiaan merupakan bagian utama dari manusia dalam hal peradaban. Tanpa nilai-nilai tersebut manusia tak ubahnya binatang yang dengan mudahnya membunuh satu dengan lainnya. Nilai-nilai kemanusiaan tidak hanya dimiliki oleh agama tertentu, kelompok tertentu, atau negara tertentu. Ia adalah hal mendasar yang dimiliki oleh tiap-tiap eksistens yang bernama manusia.
كرامة الانسانية هي أساس ومنبع الحضارة وكل ما لا يكون فيه انسانية لا يقال له حضارة ومعنى الحضارة هو إنسانية
Wallahu A’lam bis Showab
Bahan Bacaan:
[1] Muhammad al-Zuhaili, Maqashid al-Syari’ah Asas li Huquq al-Insan, dalam majalah Al-Ummah Qatar, hal. 69
[2] Alal Fasyi, Maqashid al-Syari’ah al-Islamiyyah wa Makarimuha, hal. 73
[3] Muhammad Said Ramadlon al-Buthi, Manhaj al-Hadlarah al-Insaniyyah fi al-Qur’an, hal. 20