Wazanmedia.com–Apa yang sebenarnya dimaksud dengan couple goals? Istilah ini merujuk pada gambaran pasangan ideal yang seringkali terlihat romantis, serasi, dan sempurna di media sosial. Sementara itu, toxic relationship menggambarkan hubungan yang penuh tekanan emosional, manipulasi, atau bahkan kekerasan. Sayangnya, di era digital ini, garis antara keduanya semakin kabur. Gen Z yang hidup di bawah bayang-bayang media sosial kerap terjebak dalam ilusi hubungan yang terlihat ideal tetapi menyimpan banyak keretakan. Pertanyaannya, bagaimana standar palsu ini memengaruhi hubungan pernikahan mereka, dan apa solusi yang ditawarkan Islam untuk mengembalikan esensi pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan rahmah?
Fenomena couple goals sering kali bermula dari tekanan untuk memenuhi ekspektasi publik. Pasangan muda berlomba-lomba menampilkan kehidupan yang terlihat sempurna—kado mewah, foto-foto romantis, dan liburan glamor. Namun, realitas sering kali berbeda dari apa yang tampak. Hubungan yang terlalu banyak melibatkan pihak ketiga melalui komentar atau likes di media sosial justru membuka pintu bagi keretakan hubungan. Dalam Islam, pernikahan adalah ikatan sakral yang ditujukan untuk menciptakan ketenangan jiwa. Allah berfirman dalam QS. Ar-Rum: 21:
وَمِنْ ءَايٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةًۭ وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذٰلِكَ لَءَايٰتٍۭ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Namun, di era media sosial, ketenangan yang seharusnya menjadi inti dari hubungan pernikahan sering kali tergantikan oleh kecemasan untuk tampil sempurna. Hubungan yang sehat seharusnya didasarkan pada kejujuran, keterbukaan, dan saling mendukung, bukan pada validasi eksternal. Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
إِذَا صَدَقَ الرَّجُلُ مَعَ زَوْجَتِهِ وَصَدَقَتِ الزَّوْجَةُ مَعَ زَوْجِهَا، بُورِكَ لَهُمَا فِي زَوَاجِهِمَا
“Apabila seorang suami jujur kepada istrinya dan seorang istri jujur kepada suaminya, maka diberkahi dalam pernikahan mereka.”
Sayangnya, banyak pasangan yang justru kehilangan kejujuran karena merasa perlu menjaga citra di media sosial. Lebih parah lagi, standar couple goals sering kali menjadi pintu masuk bagi toxic relationship. Ekspektasi tinggi yang tidak realistis, seperti hadiah mahal atau gaya hidup mewah, dapat memicu konflik ketika salah satu pihak merasa tidak mampu memenuhi standar tersebut.
Para ulama fiqh kontemporer, seperti Dr. Yusuf al-Qaradawi, menekankan pentingnya niat yang benar dalam membangun rumah tangga. Dalam bukunya Fiqh al-Usrah al-Muslimah, beliau menyatakan:
“Tujuan pernikahan adalah menciptakan kebahagiaan dunia dan akhirat, bukan memuaskan ego atau mencari pengakuan dari orang lain. Pernikahan yang didasarkan pada niat duniawi akan kehilangan berkahnya.”
Sebagai tambahan, paparan kehidupan pribadi di media sosial sering kali melanggar batasan privasi yang dijunjung tinggi dalam Islam. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ، سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barang siapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” (HR. Muslim)
Kecenderungan untuk memamerkan segala sesuatu tentang hubungan dapat membuka pintu bagi konflik yang tidak perlu. Pasangan yang sering mempublikasikan kehidupan pribadinya juga lebih rentan terhadap komentar negatif atau bahkan iri hati dari orang lain.
Salah satu masalah terbesar dalam fenomena couple goals adalah materialisme yang berlebihan. Kebahagiaan sering kali diukur dari hadiah mahal atau gaya hidup glamor. Islam dengan tegas menentang pandangan ini. Allah berfirman dalam QS. Al-Hadid: 20:
ٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌۭ وَلَهْوٌۭ وَزِينَةٌۭ وَتَفَاخُرٌۭ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌۭ فِى ٱلْأَمْوٰلِ وَٱلْأَوْلَـٰدِ
“Ketahuilah bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan dan hiburan, perhiasan, saling berbangga di antara kamu serta berlomba-lomba dalam kekayaan dan anak keturunan.”
Untuk mengatasi tantangan ini, pasangan Gen Z perlu kembali kepada esensi pernikahan dalam Islam. Pernikahan harus menjadi perjalanan menuju kebahagiaan sejati, bukan sekadar untuk memenuhi ekspektasi orang lain.
Langkah pertama adalah menata niat. Pasangan harus memastikan bahwa pernikahan mereka didasarkan pada keinginan untuk mencapai ridha Allah. Kedua, kurangi waktu di media sosial dan fokuslah pada komunikasi langsung dengan pasangan. Ketiga, bangun hubungan berdasarkan nilai-nilai Islam, seperti saling menghormati, jujur, dan menjaga privasi.
Akhirnya, pernikahan bukanlah tentang bagaimana dunia melihat hubungan kita, tetapi tentang bagaimana kita menjalani hubungan tersebut. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip Islami, pasangan Gen Z dapat menghadapi tantangan media sosial dan membangun rumah tangga yang benar-benar sakinah, mawaddah, dan rahmah.