Pencarian jodoh adalah bagian dari perjalanan hidup yang rutenya dipenuhi dengan kebingungan memilih satu di antara sekian banyak wanita yang ada. Pada umumnya, standar yang dipakai oleh para lelaki perihal mencari jodoh adalah hadis nabi berkenaan dengan wanita yang memiliki empat kriteria (kaya, bernasab baik, cantik dan agamis).
Hanya saja, menemukan wanita dengan kriteria yang empat secara sempurna itu amatlah sulit. Tak sedikit lelaki yang memaksakan diri bertekad menikah dengan wanita yang sempurna (apadduh empa’; madura), malah menjadi bujang lapuk yang dimakan masa.
Al-Ghazali dalam karya monumentalnya, Ihya’ Ulumiddin, memberikan rambu-rambu sebagai petunjuk bagi para taruna yang sedang berkelana mencari jodoh. Dengan ulasan yang menarik dan jarang tersampaikan di pentas ceramah, Imam yang bertitel Hujjah al-Islam itu menjabarkan pengetahuan baru dan penting bagi para bujang.
Salah satunya adalah mengenai karakter wanita yang sepatutnya dihindari bagi tiap lelaki yang sedang mencari calon istri. Berikut pernyataan yang dikutip langsung dari kitab Ihya’ Vol. 2 hlm. 38;
لا تنكحوا من النساء ستة لا أنانة ولا منانة ولا حنانة ولا تنكحوا حداقة ولا براقة ولا شداقة
Janganlah kalian menikah dengan (salah sejenis dari) enam wanita, Annanah (suka mengeluh), Mannanah (suka mengungkit kebaikannya), Hannanah (suka membanggakan orang lain), Haddaqah (suka meminta di luar kemampuan lelaki), Barraqah (suka berdandan lama dan menuntut), dan Syaddaqah (banyak bicara).
Secara rinci penjelasan wanita-wanita yang dimaksud adalah sebagai berikut;
- Annanah; Wanita yang berkarakter sering mengeluh dan Merasa tak puas terhadap nikmat yang Allah SWT anugrahkan ataupun terhadap nafkah yang diberikan oleh suami. Wanita semacam ini berat hati untuk bersyukur dan berkemungkinan menjadi fitnah keluarga yang berujung perceraian.
- Mannanah; Wanita yang berkarakter suka mengungkit-ungkit kebaikan dirinya pada sang suami. Dirinya merasa pantas untuk dihormati dan disanjung dalam lingkup kekeluargaan. Sehingga ketika hal itu tak didapatkannya, ia akan membacakan rekam jejak jasa dirinya sendiri dalam keluarga guna mendapatkan hormat dan sanjungan.
- Hannanah; Wanita yang hatinya mudah menaruh rasa cinta kepada lelaki lain atau berat sebelah dalam berkasih sayang kepada anak-anaknya.
- Haddaqah; Wanita yang sering menuntut pada suaminya. Dirinya mengupayakan apapun yang ia inginkan harus dituruti, meskipun itu di luar kemampuan sang suami.
- Barraqah; Wanita yang sepanjang waktunya dihabiskan hanya untuk berdandan dan menghias diri. Bersolek dengan waktu yang lama agar wajahnya tampak bersinar dan indah. Bukan untuk kepuasan suami, melainkan lebih kepada memuaskan diri sendiri. Atau maknanya adalah, marah kepada makanan. Sehingga dirinya hanya makan sendirian dan merasa kurang terhadap makanan yang dihidangkan oleh suami.
- Syaddaqah; Wanita yang banyak berbicara. Istilah ini berasal dari sabda Nabi SAW yang artinya “Sesungguhnya Allah Ta’ala membenci orang-orang yang banyak bicara dan berbicara dengan sombong”.
Wanita yang potensial berkarakter satu diantara enam yang telah disebutkan diatas, sepatutnya dihindari oleh para bujang yang sedang mencari pasangan hidup. Menurut Al-Ghazali, sama sekali tak ada kebaikan dari menikahi wanita-wanita tersebut. Tentu setiap suami berkesempatan mengubah sifat istrinya yang kurang baik menjadi baik atau lebih baik.
Hanya saja, sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa membina keluarga itu tidaklah mudah. Apalagi ditambah beban mengubah karakter seseorang dari yang mazmumah (berakhlak buruk) menjadi mahmudah (berakhlak baik). Hanya karena tekad dakwah dan pahala yang besar, jangan sesekali seorang lelaki berkomitmen menikah dengan wanita -yang secara agama dan norma- berakhlak buruk. Jika ada ladang subur yang layak untuk ditanami padi, mengapa harus memilih tanah gersang yang butuh siraman setiap hari. Begitulah mungkin analoginya. Wallahu A’lam.