Pasca munculnya aliran “humanisme” dimana poros utama kehidupan adalah manusia, banyak sekali terjadi kerusakan alam. Kerusakan yang diakibatkan eksploitasi manusia, demi memuaskan keinginan dan nafsu materiil mereka. Polusi udara, pencemaran sungai, dan penggundulan hutan merupakan contoh nyata dari dampak eksploitasi manusia. Dan hal ini menunjukkan bahwa alam kita sedang tidak baik-baik saja.
Dalam Islam, salah satu tujuan dari diciptakannya manusia adalah menjaga alam ( عمارة الأرض). Tidak hanya menjaga hubungan baik dengan Tuhannya dan sesama manusia, islam juga memberikan tugas manusia untuk senantiasa menjaga hubungan baik dengan alam sekitar.
Allah berfirman :
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيها
“Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya. ” [1]
Ibnu Asyur dalam tafsirnya “al-Tahrir wa al-Tanwir” mengatakan bahwa kemakmuran bumi (isti’mar) bisa terwujud dengan 2 hal. Pertama, pembangunan materiil (بناء ) dan kedua, pelestarian alam ( غرس و حرث ). Pembangunan yang dimaksud adalah demi kemaslahatan manusia itu sendiri, sedangkan pelestarian alam demi kemaslahatan tempat tinggal mereka. [2]
Pembangunan yang dilakukan oleh manusia, seharusnya berbanding lurus dengan pelestarian alamnya. Keduanya tidak boleh mengambil porsi yang melebihi dari lainnya. Paling tidak, kalaupun tak mampu mengembangkan pelestarian alam (اصلاح ) , maka setidak-tidaknya cukup dengan tidak merusak alam yang sudah ada.
Imam al-Sya’rawi mempunyai istilah unik dalam menggambarkan hal ini, yakni dua keseimbangan (خطين متوازنين ). Dua keseimbangan tersebut ialah keseimbangan antara jumlah populasi manusia dengan kelestarian alam itu sendiri. Perkembangan jumlah populasi manusia harus dibarengi dengan progres perkembangan alam di sekitarnya. [3]
Dua keseimbangan ini penting, supaya manusia tidak jatuh dalam kesengsaraan. Kesengsaraan yang diakibatkan penurunan ( kuantitas atau kualitas ) alam dan pertambahan populasi manusia dari masa ke masa. Kekeringan, kelaparan, dan krisis udara bersih adalah contoh dari ketidak-seimbangan antara populasi manusia dan alam sekitarnya.
Disamping itu, dampak pengrusakan alam yang dilakukan terus menerus oleh manusia, akan menyebabkan kemudharatan di masa yang akan datang. Mungkin saja hari ini kita tidak merasakannya, tetapi 10 atau 20 tahun kedepan pasti akan terasa dampaknya. Memang sangat naif, menggapai kemanfaatan sekarang dengan tumbal kemudharatan di masa yang akan datang.
(نيل النفع العاجل بالضرر الآجل)
Walhasil, kesadaran untuk melestarikan alam harus dimiliki oleh semua orang tanpa terkecuali. Ibarat kata, manusia dan alam adalah dua saudara kembar. Alam sebagai asal dan manusia sebagai pelindungnya. Keduanya harus berjalan berdampingan dan beriringan demi keberlangsungan hidup di masa sekarang terlebih di masa depan.
الأرض والناس توءمان والارض أصل والناس عامر وما لا أصل له فمهدوم وما لا عامر له فهالك
Wallahu A’lam bis Showab
Bahan Bacaan
[1]Yusuf Qardlawi, Ri’ayatul Biiah fi Syariat al-Islam, hal. 23
[2]Ibnu Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir, juz 12, hal. 108
[3]Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’rawi, juz 17, hal. 10673