Wazanmedia.com – Tahun 1956
Bung Karno: “Saya udah gak percaya dengan partai politik dan parlemen, bubarkan saja. Kita mulai Demokrasi Terpimpin.”
Bung Hatta: “Baiklah kalau begitu saya mundur dari Jabatan Wakil Presiden. Kamu semakin otoriter, seperti diktator, no.”
Kutipan dialog diatas menggambarkan bagaimana akhir kebersamaan politik Dwi Tunggal Proklamator Kemerdekaan Indonesia. Selain itu dialog di atas menggambarkan adanya dua ide tentang pengelolaan negara dalam hal ini soal partai politik yang saling berhadapan. Dialog di atas adalah asal muasal mengapa sistem politik di Indonesia menganut multi-partai. Hal ini tercermin pada pemilu langsung pertama tahun 1955 dengan multi-partai kurang lebih 30-an peserta. Dari Soekarno kah atau dari siapa ide multi-partai ini.
Suekarno dan Pengajuan Partai Negara
Soekarno dalam debat BPUPKI dan PPKI mengajukan satu partai Negara. Gagasan multi-partai di Indonesia berasal dari Mohammad Hatta. Saat itu Hatta tidak secara langsung berhadapan dengan ide satu partainya Soekarno. Hatta adalah seorang seniman Politik, karenanya dia tahu bagaimana caranya agar idenya dapat dilaksanakan. Politik itu seperti bermain layang-layang, tarik ulur. Dengan sabar Hatta menunggu saatnya datang untuk merealisasikan idenya. Politik itu seni bermain dengan waktu.
Singkat cerita pada bulan Oktober dilanjutkan di pekan pertama Bulan Nopember 1945, saat Moh. Hatta mengajukan suatu maklumat, yaitu maklumat 16 Oktober 1945 dan maklumat 3 Nopember 1945. (Lihat Gambar). Maklumat ini dapat dikatakan sebagai aksi politik pertama dari Hatta.

Nama Populer Maklumat 16 Oktober tersebut adalah Maklumat X yang berarti bisa bermakna Oktober, kesepuluh karena terburu dipublikasikan media massa. Namun sesungguhnya ini karena kesulitan dari sekretaris negara saat itu Pringgodigdo untuk mencari urutan maklumat karena saat itu banyak sekali diterbitkan maklumat. Namun kesalahan yang bisa disebut miss-leading ini sudah terlanjur menjadi fakta yang bahkan tercantum dalam buku-buku pelajaran sekolah.
Miss-leading lainnya yang dihasilkan dari rangkaian maklumat X tadi adalah bentuk negara Republik dengan sistem Presidensial namun memiliki Perdana Menteri. Seharusnya dalam sistem presidensial, presidenlah yang membentuk kabinet dan semua menteri bertanggung jawab kepada presiden. Namun baru dua bulan usia Republik sistem tersebut ditakle oleh Hatta lewat Maklumat Wapres. Saat itu tanpa debat karena Republik harus menghadapi perundingan sengit dengan Belanda di Surabaya.
Peristiwa Surabaya
Surabaya saat ini apinya sudah menyala. Barulah setelah 4 hari pertempuran Surabaya meletus, tepatnya 14 Nopember 1945 Maklumat Hatta itu dioperasionalkan saat Soekarno melantik Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri pertama. Mulai 14 Nopember itulah Presiden mendelegasikan kekuasaannya kepada Perdana Menteri untuk menyelesaikan segala persoalan pasca Proklamasi Kemerdekaan.
Syahrir ini solmednya Hatta di Daulat Rakyat dan sama-sama menjalani pembuangan di beberapa tempat seperti di Boven Digul, di Banda Naira. Bahkan sebelum maklumat itu dikeluarkan Hatta melalui Ny. Mangoensaskoro memastikan terlebih dahulu apakah Syahrir mau untuk menduduki kursi di KNIP (DPR di masa Revolusi). Inilah jalan politik yang cerdik dari Hatta yang berlaku cukup lama sampai 1959 saat Soekarno mengeluarkan Dekrit kembali ke UUD 1945 yang didukung oleh TNI yang dipimpin oleh A.H. Nasution.
Aksi Politik yang Krusial
Aksi politik kedua yang penting dilakukan oleh Hatta adalah Reorganisasi Militer. Ini adalah program penting setelah Hatta diangkat menjadi Perdana Menteri menggantikan Amir Syarifudin di awal tahun1948. Reorganisasi militer ini dapat pula disebut sebagai modernisasi. Uniknya ide ini justru bukan dari Panglima Besar Soedirman. Pada Januari 1948, Hatta mengatakan “tugasku yang terpenting adalah menyehatkan keadaan tentara” yang banyak dikacaukan oleh Amir Syarifudin yang berada di balik dualisme ketentaraan.
Dualisme itu wujud dari tentara yang terdiri dari tentara terpelajar atau TNI resmi dan Tentara Masyarakat yang banyak berafiliasi ke kiri atau ke Front Demokrasi Rakyat. Hatta inginkan TNI seperti Tentara Siliwangi.
Sementara Tentara Rakyat itu umumnya dari laskar-laskar dan PETA. Tentara Siliwangi yang dipimpin oleh Nasution dipandang sebagai role model yang “profesional” dengan kekuatan dan keterampilan bertempur. Sementara Tentara Masyarakat dipandang hanya membebani anggaran Negara.
Dalih Hatta ini pula yang menjadikan tentara-tentara yang berasal dari Hizbullah dan Sabilillah menjadi tersingkir. Kebijakan ini pula yang walaupun alasannya menghilangkan pengaruh Amir Syarifudin, namun juga menyingkirkan para Kyai-kyai yang juga pernah memimpin Hizbullah dan Sabilillah.
Suatu Kebijakan
Nampaknya kebijakan ini cukup menjadikan ketidaknyamanan bagi pada tentara masyarakat lagipula apa urgensinya melakukan rasionalisasi di tengah agresi militer Belanda? Nampaknya hal ini berkaitan dengan konsekuensi perundingan PBB yang pada Agustus 1947 mulai menyoal keberadaan dan sepak terjang Belanda di Indonesia. Semacam ada barter terkait dengan upaya Amerika untuk menjauhkan Indonesia dari kubu merah Uni Sovyet. Inilah yang menjadikan orang komunis sangat membenci Hatta.
Pada Triwulan akhir 1949 Hatta memimpin delegasi Indonesia untuk Konferensi Meja Bundar. Operasi diplomasi ini mampu memaksa Belanda untuk mengakhiri pendudukannya di Indonesia. Hatta sedikit berbeda walaupun sama-sama sukses memimpin delegasi perundingan. Syahrir pada tahun 1947 dan Dan Hatta 1949. Hatta yang memiliki kebijakan multi-partai namun tak tertarik membuat partai. Terakhir dia sudah tidak lagi melanjutkan Parta Pendidikan Nasional Indonesia yang disebut PNI Baru setelah dibuang ke Digul.
Sementara Syahrir punya partai PSI. Karakter Hatta seperti inilah yang menjadikannya disegani kawan maupun lawan politiknya. Sampai akhirnya dia mundur dari jabatan Wakil Presiden pada 1956 karena sudah tidak sepaham dengan Soekarno apalagi pasca konferensi Meja Bundar Presiden dan Wakil Presiden hanya menjadi simbol karena sudah ada Perdana Menteri. Dan Pemilu 1955 juga sudah berhasil dilaksanakan dengan sistem multi-partai.
Pemikiran Hatta dalam Ekonomi
Di bidang ekonomi, pemikiran dan sumbangsihnya terhadap perkembangan koperasi membuat ia dijuluki sebagai Bapak Koperasi. Pemikiran ekonomi politik Hatta adalah hasil belajar dan perenungan yang panjang selama tujuh tahun di Eropa. Praktik ekonomi di berbagai negara Eropa sangat mempengaruhi jiwa Hatta.
Pengalamannya itu yang akhirnya dapat dituangkan dalam UUD 1946 pasal 33 yang menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Sistem tersebut memastikan bahwa sistem ekonomi Indonesia yang dikembangkan seharusnya tidak berbasis persaingan atas asas yang sangat individualistik.
Hatta Tokoh Besar Indonesia
Apapun sepak terjang Hatta, dialah tokoh besar di Indonesia dan juga dunia yang selalu membersamai Soekarno walaupun akhirnya berpisah. Pengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden Rl. tidak lantas menjadikan persahabatan mereka menjadi hilang. Sejak menjadi mahasiswa di Belanda, Hatta sudah menunjukkan kemampuannya dalam memimpin organisasi. la adalah ketua Perhimpunan Indonesia (PI), sebuah organisasi Bumiputra yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Akibat gerakannya dalam perjuangan anti-kolonialisme, ia harus masuk bui.
Setelah tiba kembali di Indonesia seusai menyelesaikan kuliahnya di Belanda, Hatta segera terlibat dalam aktivitas pergerakan yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka. Sikap dan perjuangannya yang bersifat nasionalis dan anti-penjajahan itu pula yang membuatnya dibuang dan diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Boven Digul dan Banda Neira. Hatta adalah sosok pemimpin yang mengutamakan pentingnya pendidikan bagi rakyat. la mempraktikkannya dengan mengajari orang-orang lokal di Digul dan Banda materi-materi pelajaran yang dibutuhkan oleh mereka. Ia sadar bahwa kemerdekaan Indonesia harus dicapai oleh rakyat yang bebas, cerdas, dan berpikiran maju.
Perjalanan Hatta mengarungi kehidupan revolusi dengan sangat lurus tidak neko-neko. Secara pribadi ia adalah seorang yang digambarkan oleh Iwan Fals dalam Lagu: Lugu, jujur, bijaksana, dan kesederhanaan dalam arti yang sesungguhnya.
Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto menyampaikan kepada Bung Hatta anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi “Bintang Republik Indonesia Kelas I” pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara. Bung Hatta, Proklamator Kemerdekaan dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.