Dalam studi hukum Islam, sikap Rasulullah Muhammad SAW terhadap perbedaan pendapat dalam cabang-cabang hukum atau furu’iyyah merupakan aspek yang sangat penting untuk dipahami. Furu’iyyah mencakup rincian hukum yang mengatur berbagai aspek praktik sehari-hari umat Muslim. Berbeda dengan ushuliyyah yang berfokus pada prinsip-prinsip dasar agama. Sikap Rasulullah SAW terhadap perbedaan dalam hal ini menunjukkan pendekatan inklusif dan toleran yang mendalam terhadap keragaman interpretasi dalam agama Islam.
Salah satu contoh yang paling jelas dari sikap inklusif Rasulullah SAW adalah cara beliau menghadapi perbedaan dalam praktik shalat. Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menunjukkan bahwa Rasulullah SAW membiarkan para sahabat melaksanakan shalat dengan cara yang berbeda, sesuai dengan kebiasaan dan konteks mereka. Rasulullah SAW mengajarkan berbagai metode shalat tanpa memaksakan satu metode tunggal, menunjukkan bahwa beliau menghargai perbedaan sebagai bagian dari kemudahan yang diberikan dalam agama.
Prinsip kemudahan adalah salah satu nilai utama dalam ajaran Islam, yang terlihat jelas dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَن يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ
“Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak ada seorang pun yang memberatkan dirinya dalam agama ini kecuali agama itu akan kalah darinya”. Hadis ini menggarisbawahi bahwa Islam dirancang untuk memudahkan umatnya, termasuk dalam menghadapi perbedaan pendapat dalam praktik ibadah. Kemudahan ini merupakan salah satu aspek dari rahmat Allah yang besar dalam Islam, yang memungkinkan umat untuk beribadah dengan cara yang paling sesuai dengan keadaan dan kebiasaan mereka.
Prinsip ini juga relevan dalam konteks saat ini. Dalam masyarakat yang beragam dan multikultural, penghargaan terhadap perbedaan adalah kunci untuk membangun masyarakat yang harmonis. Dengan menerapkan prinsip kemudahan ini, umat Islam diajak untuk memahami bahwa pluralitas dalam praktik keagamaan bukan hanya diperbolehkan tetapi juga didorong. Ini menciptakan ruang bagi berbagai interpretasi dan praktik, selagi tetap berada dalam kerangka nilai-nilai dasar agama.
Sikap Rasulullah SAW terhadap ijtihad—usaha intelektual untuk menentukan hukum dalam masalah yang tidak diatur secara rinci dalam Al-Qur’an dan Hadits—juga menunjukkan fleksibilitas hukum Islam. Dalam kasus pengaturan harta rampasan perang, dulu Rasulullah SAW memberikan kebebasan kepada sahabat untuk mengeluarkan pendapat mereka. Ini menunjukkan bahwa hukum Islam tidak bersifat kaku tetapi dapat beradaptasi dengan konteks sosial dan perkembangan zaman.
Pendekatan ini menegaskan bahwa perbedaan pendapat dalam furu’iyyah bukanlah sesuatu yang harus dihindari atau dianggap sebagai masalah. Sebaliknya, perbedaan ini merupakan bentuk ekspresi dari ijtihad yang sah dan dapat diterima selama tetap dalam kerangka prinsip-prinsip dasar agama. Ini memperlihatkan bahwa hukum Islam adalah sistem yang dinamis dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Di sisi lain, Rasulullah SAW juga mengajarkan pentingnya persatuan di tengah perbedaan. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Rajab, yang menyatakan bahwa umat Islam adalah seperti tubuh yang satu, menggarisbawahi pentingnya persatuan meskipun ada perbedaan pendapat dalam masalah furu’iyyah. Hadis ini berbunyi:
الْمُؤْمِنُونَ كَجَسَدٍ وَاحِدٍ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَرِ
“Orang-orang beriman itu bagaikan tubuh yang satu; jika satu anggotanya merasakan sakit, maka seluruh tubuh akan merasakannya dengan demam dan tidak bisa tidur”. Hadis ini menunjukkan bahwa meskipun ada berbagai pandangan dalam masalah furu’iyyah, umat Islam harus tetap menjaga persatuan dalam tujuan dan nilai-nilai agama.
Sikap Rasulullah SAW terhadap perbedaan dalam furu’iyyah mengajarkan kita tentang pentingnya toleransi, penghargaan terhadap ijtihad, dan upaya untuk menjaga persatuan. Beliau menunjukkan bahwa perbedaan pendapat dalam hukum Islam adalah sesuatu yang bisa diterima dan dihargai sebagai bagian dari keragaman dalam agama. Dengan sikap inklusif dan harmonis ini, Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk menghargai perbedaan, menerapkan prinsip kemudahan, dan menjaga persatuan dalam komunitas Muslim. Hal ini tidak hanya relevan dalam konteks historis tetapi juga sangat penting dalam menghadapi tantangan kehidupan modern.
Referensi
- Ibn Hajar, Fath al-Bari, 1/455.
- Hadis riwayat Abu Hurairah dalam Bukhari dan Muslim: “إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَن يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ”.
- Al-Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 2/345.
- Ibn Kathir, Tafsir al-Qur’an al-Azim, 2/171.
- Al-Nawawi, Sharh Sahih Muslim, 1/86.
- Ibn Rajab, Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, 2/132: “الْمُؤْمِنُونَ كَجَسَدٍ وَاحِدٍ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَرِ”.