Wazanmedia.com – Selain argumen ontologis, terdapat pembuktian argumentasi lain yang cukup populer untuk membuktikan keberadaan Tuhan, di antaranya argumen teleologis.
Secara kebahasaan, teleologis berasal dari telos yang berarti tujuan; teleologis artinya ‘serba tujuan’. Argumen ini menekankan bahwa keteraturan dan seluruh kompleksitas yang ada di alam ini membuktikan bahwa Tuhan itu ada, dan Dia menciptakannya dengan tujuan tertentu.
Bandingkan saja dengan benda buatan manusia, mobil misalnya. Seluruh elemen atau bagian yang terdapat dalam mobil itu pasti dibuat untuk tujuan tertentu dan semuanya saling terhubung untuk mewujudkan tujuan tertentu, yaitu tujuan transportasi.
Bagian-bagian yang terdapat di jam tangan, mulai dari paku yang sekecil-kecilnya sampai kepada per, jarum panjang serta pendek, piring dengan angka-angkanya, dan nikel pembungkusnya, masing-masing mempunyai tugas dan semua bekerja sama untuk satu tujuan tertentu, yaitu untuk menginformasikan waktu bagi manusia.
Baik mobil maupun jam tangan, pasti ada pembuatnya.
Lihatlah keadaan kita sebagai manusia. Betapa menakjubkan bahwa yang kita hirup (oksigen) sesuai dengan kebutuhan kita. Perhatikan juga tubuh kita, kepala, tangan, kaki, badan, mata, hidung, telinga, mulut, lidah, jantung, paru-paru, limpa. Dan organ-organ lainnya masing-masing memiliki tugas tertentu. Serta memiliki hubungan yang harmonis satu sama lain dan bekerja sama untuk keselamatan, kesenangan, dan kesejahteraan orang yang bersangkutan.
Rancangan yang begitu teratur di alam ini tidak mungkin ada secara kebetulan, pasti ada ‘desainer’ yang menciptakannya. Dialah yang menetapkan tujuan dari apa yang Dia ciptakan.
Betapapun meyakinkan, argumen teleologis tidak lepas dari kritik. David Hume, misalnya, menyatakan bahwa dunia ini jauh dari sempurna. Dan jika ada dewa yang menciptakannya, maka dewa tersebut pastilah dewa yang cacat. Dia juga menegaskan bahwa kita tidak dapat mengatakan apakah alam semesta ini dirancang dengan sempurna. Karena kita belum pernah melihat alam semesta secara keseluruhan.

Argumen Teologis Dibuat dari Analogi yang Salah
Hume juga menyampaikan kritik terhadap argumen tersebut dalam bukunya, Dialogues Concerning Natural Religion. Karakter Philo, seorang skeptis agama dalam buku tersebut, menyuarakan kritik Hume terhadap argumen teleologis. Ia berargumentasi bahwa argumen teleologis/desainer dibangun berdasarkan analogi yang salah. Sebab, tidak seperti benda-benda buatan manusia, kita belum menyaksikan perancangan alam semesta. Sehingga kita tidak mengetahui apakah alam semesta merupakan hasil penciptaan.
Selain itu, meskipun pengalaman kita dapat menangkap keteraturan alam semesta, masih terbuka kemungkinan terdapat kekacauan di bagian lain alam semesta. Philo berpendapat, “sebagian kecil dari sistem besar ini, dalam waktu yang sangat singkat, ditemukan secara tidak sempurna oleh kita; dan apakah kita kemudian menyatakan dengan tegas mengenai asal muasal keseluruhan?”